Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2015

Dua Puluh

"Kamu sudah besar nang, kamu harus bisa jaga diri." ucap seorang ibu kepada anaknya. "Jangan cuma memikirkan yang sekarang, pikirkan yang besok akan terjadi. Banyak hal yang lebih penting untuk kamu lakukan. Pokoknya kamu sudah besar, sudah tau mana yang harus didahulukan. Orang tuamu susah payah kerja demi kamu, jangan mengkhianati itu." lanjutnya. Tidak bisa dipungkiri, tidak ada hal yang lebih menakutkan bagi remaja yang merasa dirinya menjelang dewasa selain menginjak umur dua puluh. Kalo kata orang Jawa Timur "Takutnya bouanyak." dengan logat medok yang khas. Takut belum bisa apa-apa lah, takut belum bisa membahagiakan orang tersayang lah, takut nanti waktu lulus belum ada kerjaan lah, takut nanti tidak ada yang mau dinikahin lah dan bangsa takut lain yang sejenisnya. Yang jelas ketika menulis ini, saya juga mengalami ketakutan menginjak angka dua puluh ini. Takut diminta traktiran.

Memori

Gambar
Lagi-lagi ini. Sherlock.. Sebuah kisah tentang manusia superior. Tidak.. bukan superior. Manusia yang mampu memanfaatkan kemampuan pikiran secara maksimal. Istana memori. Ya... istana memori. Itu mengapa mereka menayangkannya sembari orang-orang menunggu. Orang suka menonton kisah orang lain. Apalagi yang memiliki kemampuan di luar nalar manusia. Teori ini aku simpulkan dengan mengamati beberapa sampel dan pengalaman pribadi. Sejak kecil, tidak kecil-kecil amat sih. Mungkin seusia anak mampu memahami kisah-kisah misteri detektif, Sherlock sudah menjadi bagian dari mimpiku. Walaupun tidak secara sepenuhnya ingin persis menjadi dia juga, mengingat wataknya yang keras dan anti-sosial. Sherlock juga pernah menjadi memori khusus ketika aku duduk di bangku sekolah. Ketika bibit-bibit cinta monyet tumbuh subur di antara teman-teman sekelas.  Aku tau namanya. Aku juga tau dia tinggal dimana. Tapi aku tidak pernah benar-benar mengenalnya. Jam pelajaran Bah

Selamat Datang

Gambar
"Selamat datang di *nama salah satu minimarket yang hampir ada di setiap pengkolan jalan*, selamat belanja." Hampir setiap orang Indonesia merasa familiar dengan sapaan tersebut. Tidak semua, mungkin sebagian besar. Saya tidak terlalu punya pengetahuan statistik antara berapa jumlah orang yang mengetahui atau mengingat dengan jelas sapaan ini. Kita asumsikan saja seperti itu, oke? Dalam teori sosiolinguistik, ada konsep dasar tentang komunitas tutur yang menjelaskan bagaimana menggunakan bahasa (dalam kasus ini sapaan) dengan cara yang unik dan saling diterima di antara mereka. Tidak hanya itu, sang penutur juga harus memiliki kompetensi komunikatif. Artinya, penutur memiliki kemampuan untuk menggunakan bahasa (sekali lagi saya katakan, dalam kasus ini adalah sapaan) dengan cara yang tepat dalam situasi tertentu. Ah, sungguh rumit. Yang jelas, tidak ada salahnya memulai kebiasaan untuk menyapa. Ucapkan selamat datang kepada yang baru, dan selamat tinggal kepada yang lam